Rabu, 17 Juni 2009

Memangkas Inefisiensi Pembiayaan Syariah

Memangkas Inefisiensi Pembiayaan Syariah

Oleh Zubairi Hasan
Penyusun buku “UU Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan Hukum Nasional” (Jakarta: Rajawali Pers, 2009).

Dalam sosialisasi UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, pertengahan Agustus 2008, Karim Business Consulting memaparkan bahwa biaya pembiayaan syariah masih lebih tinggi dari biaya kredit perbankan konvensional, dengan perbandingan antara 18-19 persen untuk pembiayaan syariah dan 15 persen untuk kredit konvensional. Perinciannya, masih menurut Karim Business Consulting, biaya pembiayaan Perbankan Syariah yang mencapai 18-19 persen terdiri dari cost of fund 9 persen, marjin keuntungan 2 persen, dan biaya operasional 6-8 persen. Sedangkan biaya kredit perbankan konvensional yang mencapai 15 persen juga terdiri dari cost of fund 9 persen, marjin keuntungan 2 persen, dan biaya operasional 4 persen. Jadi, penyebab utama dari tingginya biaya pembiayaan Perbankan Syariah adalah karena biaya operasional yang lebih tinggi dari biaya operasional perbankan konvensional.
Bagaimana agar kehadiran UU Perbankan Syariah dapat memangkas inefisiensi pembiayaan Perbankan Syariah? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka Perbankan Syariah harus melakukan hal berikut, yaitu:
Pertama, untuk menyiasati keluasan dan keleluasaan kegiatan yang bisa dilakukan Perbankan Syariah mulai dari gadai, leasing, penyertaan modal tetap atau sementara, mendirikan dan mengurus dana pensiun, serta melakukan kegiatan di pasar modal di samping kegiatan inti perbankan lainnya (Pasal 19-20 UU Perbankan Syariah), maka Perbankan Syariah harus melakukan konsolidasi satu sama lain, sehingga sebuah kegiatan bisa dilakukan secara bersama-sama dengan biaya semurah mungkin untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Misalnya, untuk kegiatan di pasar modal, maka Bank Syariah A menjadi leader dan penanggung jawab, sedangkan Bank Syariah lainnya cukup mengekor dan mengawasi saja. Begitu juga untuk kegiatan yang bersifat spesifik lainnya, seperti leasing atau pengurusan dana pensiun. Dengan cara ini, maka biaya yang dialokasikan Perbankan Syariah untuk kegiatan tertentu menjadi lebih kecil, karena ditanggung renteng oleh banyak perusahaan.
Kedua, biaya untuk struktur Perbankan Syariah mau tidak mau akan lebih mahal dari perbankan konvensional. Hal ini terjadi karena, antara lain, dalam Perbankan Syariah harus ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang diangkat atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia atau MUI (Pasal 32 ayat 1-2 UU Perbankan Syariah). DPS yang harus terdiri dari lebih dari satu orang karena bernama dewan, sudah pasti menimbulkan biaya tersendiri. Sudah begitu, proses pengangkatannya juga dapat menimbulkan biaya, karena melibatkan lembaga lain, yakni MUI, yang harus melakukan kajian mendalam (seperti sertifikasi atau semacamnya) untuk dapat menemukan calon anggota DPS yang layak untuk direkomendasikan. Untuk memangkas biaya tinggi dari hal di atas, maka Perbankan Syariah harus bersiasat, dengan cara menjadikan menjadikan dua atau tiga orang sebagai DPS pada beberapa Perbankan Syariah sekaligus, dengan biaya yang ditanggung renteng atau ditanggung bersama. Penyiasatan ini tidak melanggar UU Perbankan Syariah. Yang penting, masing-masing Perbankan Syariah harus mempunyai DPS. Mengenai teknis pelaksanaan dan pembiayaannya bisa diatur dengan baik, terutama agar tidak menimbulkan biaya tinggi pada Perbankan Syariah.
Ketiga, akad-akad dalam Perbankan Syariah yang berbasis bagi hasil dan bagi risiko, seperti mudlarabah dan musyarakah sebagai akad yang berbasiskan pada kerja sama beberapa pihak mengharuskan Perbankan Syariah terlibat aktif dalam pembiyaan tersebut, sehingga mau tidak mau mengalokasikan sumber daya manusia tertentu, dengan konsekwensi pembiayaannya. Agar hal ini tidak menimbulkan biaya tinggi, maka antara beberapa Perbankan Syariah harus lebih banyak melakukan pembiayaan sindikasi (pembiayan bersama) untuk usaha tertentu, di mana Bank Syariah A mewakili Bank Syariah lainnya dalam upaya menjadikan kegiatan usaha berbasis mudlarabah dan musyarakah itu mendatangkan keuntungan besar dengan biaya operasional semurah mungkin.
Masih banyak hal lain yang perlu dilakukan Perbankan Syariah agar biaya operasional lembaga keuangan ini bisa lebih murah dari perbankan konvensional. Dengan cara ini, maka Perbankan Syariah dapat menjadi tuan di negeri sendiri, bukan seperti sekarang menjadi tamu di rumah sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar